Jumat, 09 April 2010

Indahnya Akhlak Rasulullah SAW

Suatu hari, Rasulullah SAW didatangi oleh seorang wanita kafir. Ketika itu baginda bersama beberapa orang sahabat. Wanita itu membawa beberapa biji buah limau sebagai hadiah untuk baginda. Cantik sungguh buahnya. Sesiapa yang melihat pasti terliur. Baginda menerimanya dengan senyuman gembira.

Hadiah itu dimakan oleh baginda Rasulullah SAW seulas demi seulas sambil tersenyum. Biasanya Rasulullah SAW akan makan bersama para sahabat. Tidak kira sedikit atau banyak. Namun kali ini tidak. Tidak seulas pun diberikan kepada para sahabat. Rasulullah SAW terus makan sambil tersenyum, sehingga habis kesemua limau itu. Kemudian, wanita itu meminta diri untuk pulang, diiringi ucapan terima kasih dari Rasulullah SAW.

Sahabat - sahabat agak kehairanan dengan sikap Rasulullah SAW itu. Lalu mereka bertanya. Dengan tersenyum Rasulullah SAW menjelaskan

"Tahukah kamu, sebenarnya buah limau itu terlalu masam semasa saya merasainya kali pertama. Kiranya kalian turut makan bersama, saya bimbang ada antara kalian yang akan mengenyet mata atau memarahi wanita berkenaan. Saya bimbang hatinya tersinggung. Sebab itu saya habiskan kesemuanya."

Begitulah akhlak Rasulullah SAW. Baginda tidak akan memperkecil-kecilkan pemberian seseorang biarpun benda yang tidak baik, dan dari orang bukan Islam pula. Wanita kafir itu pulang dengan hati yang kecewa. Mengapa? Sebenarnya dia bertujuan ingin mempermain-mainkan Rasulullah SAW dan para sahabat baginda dengan hadiah limau masam itu. Malangnya tidak berjaya. Rancangannya ditewaskan oleh akhlak mulia Rasulullah SAW.




Selengkapnya...

Senin, 05 April 2010

Cinta dan Kasih Sayang, Prinsip utama Islam


Sesungguhnya kita bisa mengatakan bahwa inti dari keseluruhan ajaran Islam itu adalah kasih sayang. Mulai dari sumber asal (Allah SWT), kitab pedoman (Al Quran), dan aplikasi praktisnya (Muhammad SAW) adalah kasih sayang

Belum lama setelah Nabi SAW wafat, Abu Bakar al-Shiddiq yang terpilih menjadi khalifah mendatangi Aisyah dan bertanya kepadanya, apa gerangan yang sering dilakukan oleh Nabi SAW yang belum ia penuhi?
Aisyah kemudian menunjuk bahwa di kampung sana ada seorang perempuan Yahudi, sudah sangat tua lagi buta, dan dari mulutnya selalu keluar ucapan cercaan, makian, hinaan dan kecaman terhadap Muhammad.

Nabi SAW saban hari datang mengunjunginya, memberi makan dan merawat perempuan tua ini dengan penuh kasih sayang. Perempuan tua ini sama sekali tidak tahu bahwa yang merawatnya ini adalah manusia agung yang selalu dicerca dan dimakinya itu.

Ketika Abu Bakar kemudian menemukan perempuan tua tersebut, Abu Bakar pun mencoba mendekati dan mencoba melakukan seperti yang dilakukan Nabi SAW terhadapnya. Akan tetapi, baru pada suapan pertama, nenek tua itu memuntahkan apa yang sudah masuk ke mulutnya, dan berkata dengan sangat marah, "Siapa kamu?" Pasti bukan kamu yang sering datang menyuapi dan merawatku. Tidak seperti itu cara dia memperlakukanku."

Abu Bakar al-Shiddiq menjawab, "Betul nek, memang bukan aku. Orang yang sering mendatangi nenek tersebut telah meninggal dan dia adalah Muhammad SAW." Mendengar nama Muhammad disebut, nenek tua tadi tersentak kaget, sungguh berbeda dengan apa yang ada di benaknya selama ini, tapi dia masih sempat mengucap syahadat, lalu meninggal.
Sungguh amat agung pribadi Nabi. Celaan, cemoohan, cercaan, makian, rasa benci, sang nenek Yahudi sama sekali tidak membuat sifat agungnya tercederai sedikit pun. Dia tetap merawatnya dengan sepenuh kasih sayang.

Satu bukti yang menegaskan keagungan sifat yang sangat pengasih dan penyayang. Tidak heran jika banyak musuhnya yang kemudian menjadi pembela dan sahabat setianya. Tidak heran juga jika sahabat-sahabatnya begitu amat mencintainya melebihi cintanya bahkan kepada dirinya sendiri dan keluarganya.

Abu Sufyan, musuh besar Nabi terkagum-kagum dan berkata,...'Sungguh aku belum pernah melihat seorang pun yang dicintai sahabatnya sebagaimana sahabat Muhammad mencintainya'...". Tidak heran, karena Allah sendiri memuji pribadi agung itu, wa innaka la 'ala khuluqin adhim (sungguh telah ada pada dirimu perangai akhlak yang agung).


Dari mana sih sifat kasih sayang Nabi itu? Mengapa dalam diri beliau tertanam sifat yang amat penuh cinta dan kasih itu?
Dalam hal ini, ada tiga hal yang mungkin bisa dijelaskan terkait dengan pribadi agung ini. Yang pertama adalah Allah SWT sebagai pendidiknya yang utama, dan yang mendidiknya secara langsungnya, yang diakui oleh nabi sendiri, Addabani rabbi fa ahsana ta'dibi (Tuhanku telah mendidikku dan mendidikku dengan pendidikan terbaik). Sebagai pendidik paling agung, Allah sendiri melalui Al Quran menginformasikan kepada kita bahwa Dia sendiri telah mewajibkan atas dirinya sifat kasih sayang, kataba 'ala nafsihi al-rahmah.


Pedoman Hidup

Dari sini kemudian kita bisa menebak dan mengetahui bahwa apa pun yang diturunkan dari-Nya pastilah produk dari sifat kasih sayang tersebut. Mulai dari pengutusan para nabi dan rasul yang tugasnya membimbing manusia, menurunkan kitab suci (ayat qauliyah) yang merupakan firmannya sebagai pedoman dan petunjuk hidup. Alam semesta (ayat kauniyah) yang ditundukkan kepada manusia untuk dikelola dan dikhalifahi sesuai petunjuk-Nya, dan lain-lain. Kasih sayang itulah yang mendasari semua yang ada ini. Ini yang penting dicatat sebagai sebuah paradigma mendasar dari keseluruhan ajaran Islam itu sendiri.

Khusus yang terlihat dari kitab-Nya (ayat qauliyah), seabrek ayat yang menunjuk langsung kepada sifat rahmah ini dapat kita lihat dari ratusan jumlah kata rahmah atau derivasinya yang ada di dalam Quran, setiap surah kecuali surah Bara'ah dimulai dengan basmalah (Bismillahirrahmanirrahim).
Bahkan ada surah yang dinamai surah al-Rahman (surah kasih sayang). Allah sebagai sumber kasih sayang tersebut, dengan kasih sayangnya tidak hanya menurunkan kitab petunjuk, tapi juga mengutus rasul sebagai contoh hidup, aplikasi nyata dari kitab itu atau yang biasa diistilahkan dengan Quran berjalan.
Dialah Muhammad SAW. Allah sendiri lewat Al Quran menyatakan, Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil-'alamin (Tidaklah Aku utus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Ketika Aisyah ra ditanya tentang akhlak Nabi SAW, Aisyah menjawab, kana khuluquhu Al Quran (Akhlak beliau adalah Al Quran).
Apa yang penulis ceritakan di atas adalah secuil dari episode panjang perjalanan hidup beliau dalam menerapkan prinsip kasih sayang tersebut. Beliau juga pernah bersabda, irhamu man fi al-ardhi yarhamkum man fi al-samai.
Kutipan cerita nenek Yahudi yang sangat membenci Nabi SAW tersebut menegaskan dan meyakinkan kita betapa prinsip kasih sayang itulah yang menjadi core, prinsip Islam yang paling utama, tanpa melihat kepada siapa obyek kasih sayang itu ditujukan.
Dengan demikian, sesungguhnya kita bisa mengatakan bahwa inti dari keseluruhan ajaran Islam itu adalah kasih sayang. Mulai dari sumber asal (Allah SWT), kitab pedoman (Al Quran), dan aplikasi praktisnya (Muhammad SAW) adalah kasih sayang.


Prasangka Baik
Seluruh perintah dan larangan ajaran agama atau dengan kata lain, hukum Islam, pinsipnya adalah kasih sayang. Hukum menjadi sarana bagi kita memastikan setiap orang mendapatkan kasih sayang. Bahkan prinsip surga dan neraka adalah kasih sayang.
Neraka tidaklah Allah jadikan secara sengaja untuk menghukum hambanya yang berdosa, tapi di balik itu ada prinsip kasih sayang yang mendasarinya. "Rahmatnya mendahului murka-Nya" demikian salah satu hadis Nabi saw yang kita baca.
Para ulama kita memaknainya, "bahkan di dalam murkanya sekalipun, di balik musibah yang menimpa kita misalnya, sesungguhnya tersimpan kasih sayang-Nya."
Tentu kalau prinsipnya kasih sayang, akan melahirkan cara pandang, cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak yang pasti akan berbeda dengan yang lain. Prinsip ini juga yang membuat Islam menjadi inklusif karena pendekatannya kepada orang lain adalah kebaikan hati, berpikir potitif, dan prasangka baik.
Ketika seorang pemuda mendatangi majelis Nabi SAW dan dengan terus terang menyatakan keinginannya untuk berzina, karena dia tidak dapat menahan dirinya, para sahabat dalam majelis itu bereaksi. Ada yang mencelanya, ada yang menarik bajunya, dan ada juga yang siap untuk memukulnya.
Akan tetapi, Nabi SAW dengan penuh kasih menarik sang pemuda itu mendekat kepadanya, dan mulai berbicara dengannya dari hati ke hati. "Relakah kamu jika ibumu juga dizinai oleh seseorang?" Demikian antara lain isi pembicaraan Nabi SAW yang sama sekali di luar dugaan pemuda itu, dan begitu menohok sisi terdalam kemanusiaannya, yang kemudian membuatnya kehilangan semua keinginannya untuk berzina.

Sebagai hamba Allah SWT Yang Maha Pengasih, yang mempedomani kitab suci Al Quran, dan menauladi Muhammad SAW, kita tentu sangat dituntut untuk memancarkan prinsip kasih sayang tersebut kepada alam semesta secara keseluruhan. Ala kulli hal, kasih sayang itu harus kita pancarkan setiap saat, setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari kepada siapa pun dan kepada seluruh makhluk-Nya.
Kasih sayang dalam Islam sungguh tidak mengenal waktu khusus, seperti yang dirayakan sebagian besar anak-anak muda kita dewasa ini, dan kasih sayang yang mereka kenal justru sangat bertentangan dengan kasih sayang yang diajarkan Islam.**


Selengkapnya...

Keimanan Sahabat Sejati

AMIRUL Mukminin Khalifah Sulaiman Abdul Malik adalah sepupu Umar Abdul Aziz. Hubungan mereka sangat erat sehingga khalifah menamakan Umar sebagai pewaris takhtanya. Walaupun kaum kerabat khalifah tidak menyukainya, khalifah tetap meneruskan hasratnya itu kerana Umar amat taat kepada agama.

Seorang menteri dan penasihat khalifah terkenal alim lagi warak, Raja’ Haiwah menasihati Sulaiman sewaktu akhir hayatnya: “Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau akan dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat daripada Allah SWT di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu? Jawab Khalifah Sulaiman: Aku melihat Umar Ibn Abdul Aziz.”

Suatu hari, sewaktu pemerintahannya, Sulaiman mengajak Umar ke kem tentera Bani Umayyah. Sulaiman bertanya kepada Umar: “Apakah yang kamu lihat wahai Umar bin Abdul-Aziz?” Khalifah nampak terlalu bangga ketika melihat kekuatan pasukan yang sudah dilatih.

Namun Umar menjawab tanpa rasa takut: “Aku sedang melihat dunia itu sedang dilahap antara satu sama lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggungjawab dan akan ditanyakan oleh Allah SWT mengenainya.”

Khalifah Sulaiman berkata lagi: “Tidakkah kamu takjub dengan kehebatan pemerintahan kita ini? Jawab Umar lagi: “Bahkan yang paling hebat dan membuatku takjub ialah orang yang mengenali Allah SWT kemudian menderhakai-Nya, mengenali syaitan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepadanya.”

Mengamati perbualan antara khalifah dan sahabat sejatinya, Umar Abdul Aziz itu jelas terlihat keikhlasan dan cinta kasih dalam perhubungan dua insan atas nama persahabatan dunia akhirat. Sulaiman menangis setiap kali Umar menasihati dengan penuh kasih sayang.

Kedua-dua bapa mereka iaitu Abdul Malik dan Abdul Aziz adalah adik beradik daripada keturunan kerajaan Bani Umayyah. Pertalian darah merapatkan hubungan mereka. Namun yang paling ketara ialah pertalian hati yang ikhlas kerana Allah SWT dalam mencintai saudaranya.

Teman paling rapat kadang-kadang boleh menjadi musuh dalam selimut melainkan orang dipelihara Allah SWT hati mereka daripada khianat, dengki yang disembunyi dan dendam yang dipendam. Dunia menunjukkan kesudahan orang yang teraniaya angkara teman sendiri, ada yang muflis disebabkan mahu menolong kawan.

Dipenjara kerana membela orang yang istimewa baginya tetapi orang itu akhirnya langsung tidak mengenang budi dan jasa sahabatnya itu. Semua terjadi kerana sikap kepura-puraan, bermuka-muka dan saling mengampu. Hubungan yang tidak diasaskan dengan kejujuran, keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Al-Quran mengabadikan kejujuran dan keikhlasan persahabatan antara Muhajirin dan Ansar dalam firman Allah yang bermaksud: “Dan orang yang menduduki kota Madinah dan beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Ansar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan mereka (Ansar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa diberikan kepada mereka (Muhajirin) dan mereka mengutamakan (orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara daripada kekikiran dirinya, mereka itulah orang yang beruntung.” (Surah al-Hasyr, ayat 9).

Syarat tali persaudaraan boleh menjadi kukuh menurut al-Quran ialah jika anda dan sahabat disatukan oleh ikatan iman. Bukan kerana ikatan perniagaan atau assabiah jahiliah. Ia terlalu rapuh untuk dipegang, bahkan dua insan boleh dirosakkan oleh hubungan sebegitu.

Jika untung boleh jadi kawan, rugi pula saling tikam menikam. Masa berkuasa semua menyokong jika jatuh tanpa kuasa tiada seorang pun mahu menolong. Begitu pula di dunia, mereka boleh jadi sahabat rapat saling menguntungkan tetapi di akhirat, mereka menjadi musuh yang saling cela mencela.

Firman Allah SWT yang bermaksud: “Teman akrab pada hari itu sebahagiannya menjadi musuh bagi sebahagian yang lain kecuali orang bertakwa.” (Surah al-Zukhruf, ayat 67)

Ketika di dunia mereka saling tolong menolong pada jalan batil, jika seseorang melakukan kejahatan maka sahabatnya itu malah memuji dan mengampu kerana mahu mengambil kesempatan atas kelemahan saudaranya.

Al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud meriwayatkan daripada Abi Bakrah, beliau berkata: “Seorang lelaki memuji seseorang di sisi Rasulullah SAW kemudian Baginda SAW bersabda yang bermaksud: Engkau telah memotong leher sahabatmu. Barang siapa yang memuji saudaranya dengan tidak dapat dielakkan juga, maka hendaklah dia berkata: Aku menilai si polan. Dan Allah SWT yang menjadi penilai yang sebenar, seseorang tidak boleh menyucikan seseorang melebihi Allah SWT.”

Oleh itu, sahabat Rasulullah SAW amat membenci perbuatan suka mengampu, padahal mereka memang selayaknya mendapat pujian. Seorang lelaki memuji Abdullah bin Umar katanya: “Wahai sebaik-baik manusia, wahai anak sebaik-baik manusia.”

Maka ibu Umar berkata: “Aku bukan sebaik-baik manusia dan bukan anak sebaik-baik manusia tetapi aku seorang hamba Allah SWT daripada hamba-hamba Allah SWT, aku berharap kepada Allah SWT dan aku takut kepada Allah SWT. Demi Allah SWT jika kamu tidak mahu berhenti mengatakan yang demikian itu kepada seorang lelaki maka engkau sesungguhnya telah membinasakan dia.”

Iman menjadi penyatu dua hati, jika iman berbicara sikap ditunjukkan seseorang kepada saudaranya benar-benar bersih daripada kepentingan dunia. Dia berdiri sebagai pendamping yang jujur dalam menyatakan pandangannya, tidak ada apa yang ditutupi, yang pahit sama ditelan yang manis sama dirasa.

Dialah penasihat paling ikhlas demi kebaikan saudaranya, dia mewarnai pemikiran dan perasaan, pandangan dan sikap saudaranya dengan nilai agama yang membawa suasana harmoni di antara dua hati. Matlamat mereka bertemu dan bersahabat ialah kerana Allah SWT, agenda mereka rancang bersama ialah demi cita-cita akhirat. Tidak sesekali mereka biarkan dunia menghancurkan persahabatan itu.

Rasulullah SAW bersabda mengenai keperibadian sahabat sejati yang bermaksud: “Mahukah kamu aku beritahukan mengenai orang baik di kalangan kamu? Para sahabat menjawab: Ya Wahai Rasulullah. Baginda SAW bersabda: Apabila kamu memandang kepada mereka, kamu teringat kepada Allah. Kemudian Rasulullah SAW bersabda lagi, bermaksud: “Mahukah kamu aku beritahukan orang yang jahat di kalangan kamu? Mereka ialah orang yang suka melaga-lagakan antara dua orang, yang suka merosakkan hubungan kasih sayang antara mereka yang berkasih sayang dan suka mencari aib cela orang yang baik-baik.” (Hadis riwayat Imam Ahmad)

Jika kita memandang ke wajah seseorang diberkati Allah SWT, seolah-olah memancar cahaya keimanan yang menembusi hati kita, aura iman itu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita kepada kelemahan diri.

Tetapi kadang-kadang kita menemukan seseorang yang membawa aura jahat daripada kalbunya sehingga pantulannya mempengaruhi pemikiran, sikap dan matlamat kita. Bukan senang menemukan seseorang yang benar-benar ikhlas mahu bersahabat kerana Allah SWT, mungkin disebabkan diri kita sendiri belum lagi baik maka susah sungguh untuk menemukan lelaki yang benar-benar baik dijadikan sahabat sejati.

Selengkapnya...

Selasa, 23 Maret 2010

Mendapat Hikmah Allah bila di Uji

Hikmah adalah sesuatu yang tersirat di sebalik yang tersurat. Hikmah dikurniakan sebagai hadiah paling besar dengan satu ujian. Hikmah hanya dapat ditempa oleh "mehnah" - didikan langsung daripada Allah melalui ujian-ujian-Nya. Rasulullah S.A.W. bersabda, "perumpamaan orang yang beriman apabila ditimpa ujian, bagai besi yang dimasukkan ke dalam api, lalu hilanglah karatnya dan tinggallah yang baik sahaja!"

Jika tidak diuji, bagaimana hamba yang taat itu hendak mendapat pahala sabar, syukur, redha, pemaaf, qanaah daripada Tuhan? Maka dengan ujian bentuk inilah ada di kalangan para rasul ditingkatkan kepada darjat Ulul Azmi - yakni mereka yang paling gigih, sabar dan berani menanggung ujian. Ringkasnya, hikmah adalah kurnia termahal di sebalik ujian buat golongan para nabi, siddiqin, syuhada dan solihin ialah mereka yang sentiasa diuji.

Firman Allah: Apakah kamu mengira akan masuk ke dalam syurga sedangkan kepada kamu belum datang penderitaan sebagaimana yang dideritai orang-orang terdahulu daripada kamu, iaitu mereka ditimpa kesengsaraan, kemelaratan dan kegoncangan, sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya merintih: "Bilakah datangnya pertolongan Allah? (Surah al-Baqarah: 214)

Pendek kata, bagi orang beriman, ujian bukanlah sesuatu yang negatif kerana Allah sentiasa mempunyai maksud-maksud yang baik di sebaliknya. Malah dalam keadaan berdosa sekalipun, ujian didatangkan-Nya sebagai satu pengampunan. Manakala dalam keadaan taat, ujian didatangkan untuk meningkatkan darjat.

Justeru, telah sering para muqarrabin (orang yang hampir dengan Allah) tentang hikmah ujian dengan berkata: "Allah melapangkan bagi mu supaya engkau tidak selalu dalam kesempitan dan Allah menyempitkan bagi mu supaya engkau tidak hanyut dalam kelapangan, dan Allah melepaskan engkau dari keduanya, supaya engkau tidak bergantung kepada sesuatu selain Allah...

Marilah kita sama-sama bantu diri kita membersihkan hati dari segala kekotoran dengan memperbanyakkan zikrullah. Itu lah satu-satunya jalan untuk mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat nanti. Manusia perlukan zikir umpama ikan perlukan air. Tanpa zikir, hati akan mati. Tidak salah memburu kekayaan, ilmu, nama yang baik, pangkat yang tinggi tetapi zikrullah menjadi teras dan asasnya. InsyaAllah, dengan zikrullah, hati akan menjadi lapang. Inilah bukti keadilan Allah meletakkan kebahagiaan kepada zikrullah - sesuatu yang dapat dicapai oleh semua manusia tanpa mengira pangkat dan darjat, kaya dan miskin, jelita dan hodoh. Dengan itu, semua orang layak untuk bahagia asalkan tahu erti dan melalui jalan yang sebenar dalam mencarinya. Rupa-rupanya, yang dicari itu terlalu dekat, hanya berada dalam hati sendiri sahaja.

Selengkapnya...

Jumat, 19 Maret 2010

Mencintai Orang Tua Karena Allah SWT

segala cinta kepada siapapun harus berada di bawah cinta kepada Allah. Allah berfirman;

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. (al-baqarah:165)

قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah: “jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNYA dan dari berjihad di jalan NYA, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (at-Taubah:24)

Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa cinta tertinggi adalah kecintaan kepada Allah. Pada ayat kedua dijelakan bahwa setelah cinta kepada Allah, adalah cinta kepada Rasul. Cinta kepada segala sesuatu harus berada dalam bingkai cinta karena Allah, sebagaimana sabda Rasulullah

مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ

Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, menahan (tidak memberi) karena Allah, maka ia telah menyempurnakan iman (HR Abu Dawud, dengan sanad shahih)

Hal seperti ini berlaku juga untuk cinta kepada orang tua. Kecintaan kepada orang tua juga harus dilandasi cinta kepada Allah. Makna cinta orang tua karena Allah, adalah mencintai orang tua dan menunaikan hak-haknya sesuai dangan tuntunan Islam, baik yang termaktub di dalam firman Allah maupun hadis Rasulullah saw.

Mencitai orang tua diwujudkan dalam bentuk menerima nasihatnya dengan ikhlas, mendahulukan kepentingan orang tua daripada kepentingan diri sendiri, memberikan pelayanan yang baik kepada orang tua.

Di antara firman Allah yang menyebutkan kewajiban manusia kepada orang tuanya, adalah;

وَقَضى رَبُّكَ أَلّا تَعبُدُوا إِلّا إِيّاهُ وَبِالوَلِدَينِ إِحساناً إِمّا يَبلُغَنَّ عِندَكَ الكِبَرَ أَحَدُهُما أَو كِلاهُما فَلا تَقُل لَهُما أُفٍّ وَلا تَنهَرهُما وَقُل لَهُما قَولاً كَريماً وَاِخفِض لَهُما جَناحَ الذُلِّ مِنَ الرَحمَةِ وَقُل رَبِّ اِرحَمهُما كَما رَبَّياني صَغيراً

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al-Isra’: 23-24 )

Perintah Allah di sini adalah berbuat ihsan, selanjutnya di dalam ayat ini diperinci beberapa sikap ihsan, antara lain; tidak berkata kasar kepada orang tua, bersikap kasih sayang dan sopan santun kepada orang tua, serta mendo’akan kedua orang tua jika mereka muslim.

Selain itu, cinta kepada orang tua diwujudkan dalam bentuk mentaati keduanya dalam hal-hal yang tidak maksiat kepada Allah. Jika keduanya memerintahkan maksiat, maka kewajiban kita menghindari kemaksiatan yang diperintahkannya dan tetap berbuat baik dalam hal-hal yang tidak dilarang oleh Allah, sebagaimana firman Allah;

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik (Luqman;15)

Demikian juga jika mereka memusuhi Islam, kita tidak boleh mencintai mereka, sebagaimana firman Allah;

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan (al-Mujadalah:22)

Dalam keadaan terjadi permusuhan dan peperangan antara Islam melawan orang kafir, dan orang tua berada di pihak orang kafir, maka tidak dibenarkan untuk membela kaum kafir karena orang tua kita ada di sana. Ada beberapa pelajaran menarik dapat kita baca berkenaan dengan praktik ayat di atas. Pertama tindakan Hatib bin Abi Balta’ah. Ketika Rasulullah hendak menyerang Makkah, karena Hatib memiliki orang tua di Makkah maka ia mengirim surat kepada mereka agar menyelamatkan diri karena Rasulullah sudah bersiap-siap untuk menyerang Makkah. Karena tindakan Hatib sangat berbahaya bagi rencana yang telah disusun Rasulullah, maka beliau pun melarangnya.

Berbeda dengan hatib bin Abi Balta’ah, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, ketika perang Uhud bahkan harus berhadapan dengan orang tuanya sendiri. Meskipun demikian dia pun harus rela membunuhnya karena orang tuanya membela kemusyrikan sedangkan dia berada di barisan pembela Islam.
Selengkapnya...

Senin, 15 Maret 2010

Aku Mencintai Kalian Karena Allah SWT

ketika kubaca firmanNya, “sungguh tiap mukmin bersaudara” aku tahu, ukhuwah tak perlu diperjuangkan tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman aku ingat pertemuan pertama kita, akhi sayang dalam dua detik, dua detik saja aku telah merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan itulah ruh-ruh kita yang saling sapa, berpeluk mesra dengan iman yang menyala, mereka telah mufakat meski lisan belum saling sebut nama, dan tangan belum berjabat

ya, kubaca lagi firmanNya, “sungguh tiap mukmin bersaudara” aku makin tahu, persaudaraan tak perlu diperjuangkan karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan saat pemberian bagai bara api, dan saat kebaikan justru melukai aku tahu, yang rombeng bukanlah ukhuwah kita hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau menjerit mungkin dua-duanya, mungkin kau saja tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping kubaca firman persaudaraan itu, akhi sayang dan aku makin tahu,mengapa di kala lain diancamkan;

“para kekasih pada hari itu, sebagian menjadi musuh sebagian yang lain..

kecuali orang-orang yang bertaqwa”

-Salim A. Fillah-

Selengkapnya...

Template by:
Free Blog Templates